Lemahnya Literasi Pemuda di Indonesia
Dua parameter fundamental yang digunakan dalam
menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dengan metode
baru adalah Harapan Lama Sekolah dan Rata-Rata Lama Sekolah. Indonesia
mengalami kemajuan dalam nilai IPM, seperti ditunjukan dalam Gambar 1. Akan
tetapi kemajuan IPM ini, tidak serta merta menjawab aspek pendidikan Indonesia
dalam berliterasi.
Pendidikan
merupakan sumber daya fundamental, baik untuk individu maupun masyarakat. Di
sebagian besar negara pendidikan dasar saat ini dirasakan tidak sebagai hak
saja, tetapi juga sebagai tugas. Pemerintah memastikan akses ke pendidikan
dasar, sementara warga negara diwajibkan oleh hukum untuk mencapai pendidikan
hingga tingkat dasar tertentu.
Dari perspektif historis, dunia mengalami ekspansi
besar dalam pendidikan selama dua abad terakhir. Tingkat melek huruf global
telah meningkat selama dua abad terakhir, terutama dengan meningkatnya tingkat
pendaftaran di pendidikan dasar dan adanya pertumbuhan pada pendidikan menengah
dan tinggi.
Di Indonesia, bahwa tingkat literasi penduduk
Indonesia usia 65 tahun ke atas pada tahun 2006-2015 cenderung tidak mengalami
peningkatan signifikan. Dari Gambar 2 diketahui bahwa rata-rata literasi
penduduk Indonesia mengalami kondisi yang tetap. Sementara persentase literasi
untuk populasi pemuda 15-24 tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 berada
pada persentase 73,4%. Persentase pada tahun 2015 sebesar 74,8%. Persentase Tingkat
Melek Huruf Populasi 65 Tahun Ke Atas (Perempuan Dan Laki-Laki) Dan Tingkat
Melek Huruf Pemuda, Populasi 15-24 Tahun (Perempuan Dan Laki-Laki) Dari Tahun 2006-2015
Tingkat literasi Indonesia rata-rata sangat rendah
dibandingkan Negara-negara lainnya. Seperti yang dilansir republika.co.id,
tingkat literasi Indonesia berada pada peringkat 64 dari 72 negara. Lebih
lanjut, data Cetral Connecticut University tahun 2016 melaporkan bahwa
tingkat literasi Indonesia berada pada peringkat 60 dari 61 negara.
Dari Pwmu.co melaporkan bahwa dengan Jumlah
penduduk 225 juta jiwa hanya mampu mencetak 15.000 buku per tahun. Ini sangat
berdeda dengan negara Vietnam yang jumlah penduduk 80 juta, namun mencetak
lebih dari 80.000 buku per tahun. Artinya literasi Indonesia sangatlah
kritis.
Penyebab rendahnya literasi orang Indonesia seperti
dirangkum dari beberapa media meliputi : kurangnya kebiasaan membaca sejak dini
dan kebiasaan membaca di rumah, lebih suka bermain game pada alat teknologi
yang ada, sarana membaca minim (buku), kurangnya motivasi, malas mengembangkan
gagasan. Sesuai dengan observasi penulis yang bertugas sebagai pengajar di
daerah terpencil. Ada beberapa penyebab minimnya literasi yaitu budaya membaca
minim, minimnya perhatian orang tua (orang tua lebih sering menyuruh anak
membersihkan kebun, mengambil kayu bakar ke hutan, dan memberi makan ternak
daripada), kurangnya tenaga pengajar yang berkompeten, akses informasi sulit,
dan kurangnya motivator sebagai motor penggerak membaca. Minimnya sarana
prasarana, akses informasi, dan motivator penggerak literasi ibarat mereka
sementara berjalan dalam lorong kegelapan yang dipenuhi kengerian tidak
berujung. Yang mereka ketahui Indonesia telah #Merdeka Tapi seolah-olah itu
hanyalah sebuah seremonial 17 Agustus yang ramai tapi tidak bermakna.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan
lembaga swasta meminimalisir rendahnya literasi. Sejauh ini, pemerintah
Presiden Joko Widodo melakukan program pengiriman buku gratis ke seluruh
pelosok Indonesia (pos Indonesia). Selain itu, hadir relawan-relawan sebagai
motivator dalam berliterasi. Literasi perlu menjadi kebiasaan dan budaya di
zaman milenial ini sehingga menciptakan generasi unggul (emas) di peringatan
kemerdekaan Indonesia yang ke-100.
Penulis : Deni Sadly
Komentar
Posting Komentar